Mie kocok sebetulnya bukan makanan baru untuk lidah saya. Selain karena setiap berkunjung ke Bandung menemani bapak saya pulang kampung kami sering menyantap mie kocok, dahulu saat bapak saya masih hidup di rumah kami sering membuatnya sendiri.
Mie kocok sebenarnya tidak memiliki penampakan jauh beda dengan mie ayam dan soto mie lainnya. Ya ya mie kocok memang tampil beda dengan taburan kikil yang menjadi ciri khas. Sisanya barangkali standar, mie, baso, sayuran, dan kuah.
Selepas bapak saya meninggal, beberapa kali saya kangen makan mie kocok. Kakangenan itu terbayar ketika akhir Mei lalu saya mendadak ke Bandung menghadiri pemakaman uwa (kakak perempuan alm bapak). Saya sempat memakan mie kocok di sekitar cihampelas dengan dua orang kawan pria.
Minggu lalu saya mendadak ingin makan mie kocok lagi. Lalu teringat kalo di Kota Bogor ada mie kocok terkenal di daerah Mawar (merdeka). Pulang bekerja pun saya mampir dan membeli mie kocok di sana.
1 porsi cukup Rp 20.000 saja. Saya minta ditambahkan kikil setengah porsi ke dalamnya. Sehingga saya membayar Rp 34.000 untuk sebungkus mie kocok dengan taburan kikil yang hura-hura banyaknya 🙂
Mie kocok super berisi mie, tauge, sayuran, baso dan kikil sedemikian banyak sukses saya makan bersama 2 anggota keluarga lain di rumah. Enak. Saya beri nilai 9,25 untuk mie kocok mawar.
Malam ini saya kembali mampir untuk membeli mie kocok pesanan kakak saya. Suasana warung mie kocok agak berbeda dengan minggu lalu. Malam ini begitu ramai (barangkali karena minggu lalu baru selesai hujan). Saya antri nyaris 35 menit sambil sesekali meringis melihat banyaknya pelanggan makan di tempat dan kerumunan pembeli untuk dibawa pulang yang belum dilayani.
Tapi untuk pembeli yang begitu banyak, dan peracik mie kocok yang hanya sendiri (pegawai lain berbagi tugas yang lain seperti melayani minum, merecah kikil dan membungkus) saya nilai cara kerja mereka cukup efektif.
Awalnya saya bingung, itu cantingan untuk merebus mie dan sayurnya kok gede banget. Apa gak kebanyakan gitu ya? Saya juga bingung kok ngisi cantingan tadi ampe berkali-kali. Selang seling. Mie – toge – sayur lalu ditumpuk lagi mie – toge – sayur. Banyak amat ya porsinya, pikir saya.
Belum lagi cantingan yang gede itu sekali rebus bisa sampai 4 cantingan. Oleh mamangnya ditumpuk sekaligus kemudian direndam di wajan. Saya sibuk memperhatikan dengan seksama (ya daripada melamun yang enggak2 hoho).
Saya lebih terkesima lagi waktu liat mie dan sayur itu dituangkan ke deretan mangkuk. 1 cantingan ternyata untuk mengisi 2 mangkuk. Cukup ditunggingkan sedikit tumpukan mie – tauge – sayur bagian atas berpindah ke mangkuk. Tunggingkan lagi lalu mie – tauge – sayur bagian bawah masuk ke mangkuk lain. Tanpa harus dipilah dan dibagi-bagi. Keren.
Jadi sekali rebus, akan ada 8 mangkuk siap disajikan. Teknis merebus dengan susun menyusun gitu baru loh saya liat. Keren. Cerdas. Tukang mie ayam taman kencana perlu studi banding neh ke Mie kocok mawar karena mereka masih suka keteter kalo pembeli banyak.
Ow ow..air liur saya pun nyaris menetes. Haha sudah malam, makin lapar, dan liat mie kocok orang lain di mangkuk sungguh menggoda. Saya pun kembali membayar sebesar Rp 34.000 untuk mie kocok pesanan versi saya. Kemudian membawanya pulang untuk disantap bersama.
Lokasi mie kocok ini cukup mudah dijangkau. Bisa menggunakan angkutan 07 Merdeka – warung jambu dari stasiun Bogor. Turun di pasar mawar, warung mie kocok ini ada di pojok toko sebelah kiri. Konon sih bukanya katanya sore.
Gak mesti nunggu ke Bandung untuk berburu mie kocok enak. Di Kota Bogor sendiri pun bisa dapat dengan rasa yang tak kalah mumpuni. Kamu yang ingin mencobanya, segera sambangi saja pasar mawar sore hingga malam hari. Dan rasakan nikmatnya lidah kita menari-nari.