Tak kurang dari satu minggu ke depan bulan puasa akan segera datang. Ramadhan belum juga tiba namun suasananya sudah mulai terasa. Keluarga dan orang2 sekitar sudah mulai sesekali membicarakannya. Ada yang berencana, ada juga yang mengingat-ingat kembali Ramadhan yang telah lalu. Walau seperti biasa Ramadhan datang diiringi isu kenaikan harga-harga barang pokok, namun sukacita pada para penantinya tetap saja nampak.
Selalu saja ada yang berbeda dari Ramadhan satu dan lainnya. Jika Ramadhan lalu kami merasakan suasana sukacita karena untuk pertama kalinya kami berpuasa dengan seorang bayi 11 bulan cucu pertama di rumah, tahun ini kami harus bersiap perasaan berpuasa pertama kali berpuasa tanpa kehadiran almarhum bapak.
Pagi ini perasaan sendu itu kembali kentara. Penyebabnya adalah tak sengaja saya melihat foto2 Idul Fitri tahun lalu di komputer saya. Pertanyaan yang selalu muncul dalam hati kembali terucap : “dimana bapak saya sekarang?” 😦
Saya tentu bukan anak-anak lagi, remaja pun sudah terlewati. Namun entah kenapa kedewasaan saya tak mampu membendung satu pertanyaan tersebut. Terutama di waktu-waktu tertentu dimana saya berharap bapak saya ada, menikmati peristiwa2 bersama kami yang masih hidup di dunia.
Sore kemarin saat mempersiapkan makanan di dapur saya cerita ke ibu saya bahwa sesekali suka mendadak ingat bapak dan kemudian saya bertanya dimana bapak saya dalam hati saya sendiri. Semakin saya ulang pertanyaannya semakin saya tak mampu menjawab. Kenyataannya bapak saya tlah tiada.
Duh bagaimana orang lain mampu berdamai dengan perasaan kehilangan seperti ini? Sementara orang lain bahkan banyak yang mengalami kehilangan lebih besar dan pedih. Saya hanya rindu dan ingin mencari dimana satu sosok yang 7 bulan ini tak mampu saya temui.
Puasa kali ini bapak tak akan ada. Ini kali pertama kami puasa tanpa dirinya. Tahun lalu beliau berpuasa dalam kondisi sehat dan bugar. Foto di atas adalah foto buka puasa kami sekeluarga Ramadhan tahun lalu di salah satu restoran di kota ini.
Semakin dekat Ramadhan ini, semakin sendu saya membayangkan bapak sudah tak ada. Tak mudah bagi saya apalagi untuk ibu saya. Tapi kan bukan kami saja yang mengalami perasaan seperti ini. Kawan saya dan tetangga lain pun yang keluarganya berpulang tentu merasakan kehilangan dan kerinduan yang sama.
Mungkin kita hanya perlu terus belajar. Jika sebelumnya belajar makan malam tanpa bapak saya, lalu kemudian kami belajar menonton televisi tanpanya, tak lama kami berlatih berkumpul dan menyelenggarakan sesuatu tanpa kehadirannya maka kali ini kembali menjadi pelajaran baru kami untuk gak berpuasa dan berhari raya tanpa sosoknya di tengah keluarga. Dan pelajaran-pelajaran selanjutnya akan menanti di depan, sampai akhirnya kami terbiasa sendiri.
Wah sepagi ini air mata saya sudah pecah berkali-kali. Merasa sendu di waktu yang tak terduga-duga. Mungkin karena hari ini adalah tanggal 14, tepat 7 bulan bapak saya berpulang ke sisi Allah SWT.
rindu padamu tak pernah habisnya. Bertanya ke diri sendiri dimana dirimu saat ini adalah pertanyaan yang membiru lebamkan hati.Semoga bapak berada dalam kondisi baik dan diberikan tempat kembali terbaik oleh Allah SWT. Semoga Allah mengampuni segala dosa2mu dan merahmatimu dengan kebaikan